Bila kita melihat deretan bendera
yang dikibarkan dari berpuluh-puluh bangsa di atas tiang, maka terlintas di
hati kita bahwa masing-masing warna atau gambar yang terdapat di dalamnya
mengandung arti, nilai, dan kepribadian sendiri-sendiri, sesuai dengan riwayat
bangsa masing-masing.
Demikian pula dengan bendera merah
putih bagi Bangsa Indonesia. Warna merah dan putih mempunyai arti yang sangat
dalam, sebab kedua warna tersebut tidak begitu saja dipilih dengan cuma–cuma,
melainkan melalui proses sejarah yang begitu panjang dalam perkembangan Bangsa
Indonesia.
1. Menurut sejarah, Bangsa Indonesia
memasuki wilayah Nusantara ketika terjadi perpindahan orang-orang Austronesia
sekitar 6000 tahun yang lalu datang ke Indonesia Timur dan Barat melalui tanah
Semenanjung dan Philipina. Pada zaman itu manusia memiliki cara penghormatan
atau pemujaan terhadap matahari dan bulan. Matahari dianggap sebagai lambang
warna merah dan bulan sebagai lambang warna putih. Zaman itu disebut juga zaman
Aditya Candra. Aditya berarti matahari dan Candra berarti bulan. Penghormatan
dan pemujaan tidak saja di kawasan Nusantara, namun juga di seluruh Kepulauan
Austronesia, di Samudra Hindia, dan Pasifik.
Sekitar 4000 tahun yang lalu terjadi
perpindahan kedua, yaitu masuknya orang Indonesia kuno dari Asia Tenggara dan
kemudian berbaur dengan pendatang yang terlebih dahulu masuk ke Nusantara.
Perpaduan dan pembauran inilah yang kemudian melahirkan turunan yang sekarang
kita kenal sebagai Bangsa Indonesia.
Pada Zaman itu ada kepercayaan yang
memuliakan zat hidup atau zat kesaktian bagi setiap makhluk hidup yaitu
getah-getih. Getah-getih yang menjiwai segala apa yang hidup sebagai sumbernya
berwarna merah dan putih. Getah tumbuh-tumbuhan berwarna putih dan getih (dalam
Bahasa Jawa/Sunda) berarti darah berwarna merah, yaitu zat yang memberikan
hidup bagi tumbuh-tumbuhan, manusia, dan hewan. Demikian kepercayaan yang
terdapat di Kepulauan Austronesia dan Asia Tenggara.
2. Pada permulaan masehi selama 2
abad, rakyat di Kepulauan Nusantara mempunyai kepandaian membuat ukiran dan
pahatan dari kayu, batu, dan lainnya, yang kemudian ditambah dengan kepandaian
mendapat pengaruh dari kebudayaan Dong Song dalam membuat alat-alat dari logam
terutama dari perunggu dan besi. Salah satu hasil yang terkenal ialah pembuatan
gendering besar dari perunggu yang disebut nekara dan tersebar hampir di
seluruh Nusantara. Di Pulau Bali gendering ini disebut Nekara Bulan Pajeng yang
disimpan dalam pura. Pada nekara tersebut diantaranya terdapat lukisan orang
menari dengan hiasan bendera dan umbul-umbul dari bulu burung. Demikian juga di
Gunung Kidul sebelah selatan Yogyakarta terdapat kuburan berupa waruga dengan
lukisan bendera merah putih berkibar di belakang seorang perwira menunggang kerbau,
seperti yang terdapat di kaki Gunung Dompu.
Sejak kapan bangsa-bangsa di dunia
mulai memakai bendera sebagai identitas bangsanya? Berdasarkan catatan sejarah
dapat dikemukakan bahwa awal mula orang menggunakan bendera dimulai dengan
memakai lencana atau emblem, kemudian berkembang menjadi tanda untuk kelompok
atau satuan dalam bentuk kulit atau kain yang dapat berkibar dan mudah dilihat
dari jauh. Berdasarkan penelitian akan hasil-hasil benda kuno ada petunjuk
bahwa Bangsa Mesir telah menggunakan bendera pada kapal-kapalnya, yaitu sebagai
batas dari satu wilayah yang telah dikuasainya dan dicatat dalam daftar.
Demikian juga Bangsa Cina di zaman kaisar Chou tahun 1122 sebelum masehi.
Bendera itu terikat pada tongkat dan
bagian puncaknya terdapat ukiran atau totem, di bawah totem inilah diikatkan
sepotong kain yang merupakan dekorasi. Bentuk semacam itu didapati pada
kebudayaan kuno yang terdapat di sekitar Laut Tengah. Hal itu diperkuat juga
dengan adanya istilah bendera yang terdapat dalam kitab Injil. Bendera bagi
raja tampak sangat jelas, sebab pada puncak tiang terdapat sebuah symbol dari
kekuasaan dan penguasaan suatu wilayah taklukannya. Ukiran totem yang terdapat
pada puncak atau tiang mempunyai arti magis yang ada hubungnnya dengan
dewa-dewa. Sifat pokok bendera terbawa hingga sekarang ini.
Pada abad XIX tentara napoleon I dan
II juga menggunakan bendera dengan memakai lambang garuda di puncak tiang.
Perlu diingat bahwa tidak semua bendera mempunyai arti dan ada hubungannya
dengan religi. Bangsa Punisia dan Yunani menggunakan bendera sangat sederhana
yaitu untuk kepentingan perang atau menunjukkan kehadiran raja atau opsir, dan
juga pejabat tinggi negara. Bendera Yunani umumnya terdiri dari sebuah tiang
dengan kayu salib atau lintang yang pada puncaknya terdapat bulatan. Dikenal
juga perkataan vaxillum (kain segi empat yang pinggirnya berwarna ungu, merah,
atau biru) digantung pada kayu silang di atas tombak atau lembing.
Ada lagi yang dinamakan labarum yang
merupakan kain sutra bersulam benang emas dan biasanya khusus dipakai untuk
Raja Bangsa Inggris menggunakan bendera sejak abad VIII. Sampai abad
pertengahan terdapat bendera yang menarik perhatian yaitu bendera “gunfano”
yang dipakai Bangsa Germania, terdiri dari kain bergambar lencana pada ujung
tombak, dan dari sinilah lahir bendera Prancis yang bernama “fonfano”.
Bangsa Viking hampir sama dengan
itu, tetapi bergambar naga atau burung, dikibarkan sebagai tanda menang atau
kalah dalam suatu pertempuran yang sedang berlangsung. Mengenai lambang-lambang
yang menyertai bendera banyak juga corak ragamnya, seperti Bangsa Rumania
pernah memakai lambang burung dari logam, dan Jerman kemudian memakai lambang
burung garuda, sementara Jerman memakai bendera yang bersulam gambar ular naga.
Tata cara pengibaran dan pemasangan bendera setengah tiang sebagai tanda berkabung, kibaran bendera putih sebagai tanda menyerah (dalam peperangan) dan sebagai tanda damai rupanya pada saat itu sudah dikenal dan etika ini sampai sekarang masih digunakan oleh beberapa Negara di dunia.
Tata cara pengibaran dan pemasangan bendera setengah tiang sebagai tanda berkabung, kibaran bendera putih sebagai tanda menyerah (dalam peperangan) dan sebagai tanda damai rupanya pada saat itu sudah dikenal dan etika ini sampai sekarang masih digunakan oleh beberapa Negara di dunia.
3. Pada abad VII di Nusantara ini
terdapat beberapa kerajaan. Di Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan pulau-pulau
lainnya yang pada hakikatnya baru merupakan kerajaan dengan kekuasaan terbatas,
satu sama lainnya belum mempunyai kesatuan wilayah. Baru pada abad VIII
terdapat kerajaan yang wilayahnya meliputi seluruh Nusantara yaitu Kerajaan
Sriwijaya yang berlangsung sampai abad XII. Salah satu peninggalannya adalah
Candi Borobudur , dibangun pada tahun 824 Masehi dan pada salah satu dindingnya
terdapat “pataka” di atas lukisan dengan tiga orang pengawal membawa bendera
merah putih sedang berkibar. Kata dwaja atau pataka sangat lazim digunakan
dalam kitab jawa kuno atau kitab Ramayana. Gambar pataka yang terdapat pada
Candi Borobuur, oleh seorang pelukis berkebangsaan Jerman dilukiskan dengan
warna merah putih. Pada Candi Prambanan di Jawa Tengah juga terdapat lukisan
Hanoman terbakar ekornya yang melambangkan warna merah (api) dan warna putih
pada bulu badannya. Hanoman = kera berbulu putih. Hal tersebut sebagai
peninggalan sejarah di abad X yang telah mengenal warna merah dan putih.
Prabu Erlangga, digambarkan sedang
mengendarai burung besar, yaitu Burung Garuda yang juga dikenal sebagau burung
merah putih. Denikian juga pada tahun 898 sampai 910 Raja Balitung yang
berkuasa untuk pertama kalinya menyebut dirinya sebagai gelar Garuda Muka, maka
sejak masa itu warna merah putih maupun lambang Garuda telah mendapat tempat di
hati Rakyat Indonesia.
4. Kerajaan Singosari berdiri pada tahun 1222 sampai 1292 setelah Kerajaan Kediri, mengalami kemunduran. Raja Jayakatwang dari Kediri saat melakukan pemberontakan melawan Kerajaan Singosari di bawah tampuk kekuasaan Raja Kertanegara sudah menggunakan bendera merah – putih , tepatnya sekitar tahun 1292. Pada saat itu tentara Singosari sedang dikirim ke Semenanjung Melayu atau Pamelayu. Jayakatwang mengatur siasat mengirimkan tentaranya dengan mengibarkan panji – panji berwarna merah putih dan gamelan kearah selatan Gunung Kawi. Pasukan inilah yang kemudian berhadapan dengan Pasukan Singosari, padahal pasukan Singosari yang terbaik dipusatkan untuk menghadang musuh di sekitar Gunung Penanggungan. Kejadian tersebut ditulis dalam suatu piagam yang lebih dikenal dengan nama Piagam Butak. Butak adalah nama gunung tempat ditemukannya piagam tersebut terletak di sebelah selatan Kota Mojokerto. Pasukan Singosari dipimpin oleh R. Wijaya dan Ardaraja (anak Jayakatwang dan menantu Kertanegara). R. Wijaya memperoleh hadiah sebidang tanah di Desa Tarik, 12 km sebelah timur Mojokerto. Berkibarlah warna merah – putih sebagai bendera pada tahun 1292 dalam Piagam Butak yang kemudian dikenal dengan piagam merah – putih, namun masih terdapat salinannya. Pada buku Paraton ditulis tentang Runtuhnya Singosari serta mulai dibukanya Kerajaan Majapahit dan pada zaman itu pula terjadinya perpaduan antara Ciwaisme dengan Budhisme.
4. Kerajaan Singosari berdiri pada tahun 1222 sampai 1292 setelah Kerajaan Kediri, mengalami kemunduran. Raja Jayakatwang dari Kediri saat melakukan pemberontakan melawan Kerajaan Singosari di bawah tampuk kekuasaan Raja Kertanegara sudah menggunakan bendera merah – putih , tepatnya sekitar tahun 1292. Pada saat itu tentara Singosari sedang dikirim ke Semenanjung Melayu atau Pamelayu. Jayakatwang mengatur siasat mengirimkan tentaranya dengan mengibarkan panji – panji berwarna merah putih dan gamelan kearah selatan Gunung Kawi. Pasukan inilah yang kemudian berhadapan dengan Pasukan Singosari, padahal pasukan Singosari yang terbaik dipusatkan untuk menghadang musuh di sekitar Gunung Penanggungan. Kejadian tersebut ditulis dalam suatu piagam yang lebih dikenal dengan nama Piagam Butak. Butak adalah nama gunung tempat ditemukannya piagam tersebut terletak di sebelah selatan Kota Mojokerto. Pasukan Singosari dipimpin oleh R. Wijaya dan Ardaraja (anak Jayakatwang dan menantu Kertanegara). R. Wijaya memperoleh hadiah sebidang tanah di Desa Tarik, 12 km sebelah timur Mojokerto. Berkibarlah warna merah – putih sebagai bendera pada tahun 1292 dalam Piagam Butak yang kemudian dikenal dengan piagam merah – putih, namun masih terdapat salinannya. Pada buku Paraton ditulis tentang Runtuhnya Singosari serta mulai dibukanya Kerajaan Majapahit dan pada zaman itu pula terjadinya perpaduan antara Ciwaisme dengan Budhisme.
5. Demikian perkembangan selanjutnya
pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, menunjukkan bahwa putri Dara Jingga dan
Dara Perak yang dibawa oleh tentara Pamelayu juga mangandung unsur warna merah
dan putih (jingga=merah, dan perak=putih). Tempat raja Hayam Wuruk bersemayam,
pada waktu itu keratonnya juga disebut sebagai keraton merah – putih, sebab
tembok yang melingkari kerajaan itu terdiri dari batu bata merah dan lantainya
diplester warna putih. Empu Prapanca pengarang buku Negarakertagama
menceritakan tentang digunakannya warna merah – putih pada upacara kebesaran
Raja Hayam Wuruk. Kereta pembesar – pembesar yang menghadiri pesta, banyak
dihiasi merah – putih, seperti yang dikendarai oleh Putri raja Lasem. Kereta
putri Daha digambari buah maja warna merah dengan dasar putih, maka dapat
disimpulkan bahwa zaman Majapahit warna merah – putih sudah merupakan warna
yang dianggap mulia dan diagungkan. Salah satu peninggalan Majapahit adalah
cincin warna merah putih yang menurut ceritanya sabagai penghubung antara
Majapahit dengan Mataram sebagai kelanjutan. Dalam Keraton Solo terdapat panji
– panji peninggalan Kyai Ageng Tarub turunan Raja Brawijaya yaitu Raja
Majapahit terakhir. Panji – panji tersebut berdasar kain putih dan bertuliskan
arab jawa yang digaris atasnya warna merah. Hasil penelitian panitia
kepujanggaan Yogyakarta berkesimpulan antara lain nama bendera itu adalah Gula
Kelapa . dilihat dari warna merah dan putih. Gula warna merah artinya berani,
dan kelapa warna putih artinya suci.
6. Di Sumatra Barat menurut sebuah
tambo yang telah turun temurun hingga sekarang ini masih sering dikibarkan
bendera dengan tiga warna, yaitu hitam mewakili golongan penghulu atau penjaga
adat, kuning mewakili golongan alim ulama, sedangkan merah mewakili golongan
hulu baling. Ketiga warna itu sebenarnya merupakan peninggalan Kerajaan Minang
pada abad XIV yaitu Raja Adityawarman. Juga di Sulawesi di daerah Bone dan
Sopeng dahulu dikenal Woromporang yang berwarna putih disertai dua umbul –
umbul di kiri dan kanannya. Bendera tersebut tidak hanya berkibar di daratan,
tetapi juga di samudera , di atas tiang armada Bugis yang terkenal. Bagi
masyarakat Batak terdapat kebudayaan memakai ulos semacam kain yang khusus
ditenun dengan motif tersendiri. Nenek moyang orang Batak menganggap ulos
sebgai lambang yang akan mendatangkan kesejahteraan jasmani dan rohani serta
membawa arti khusus bagi yang menggunakannya. Dalam aliran animisme Batak
dikenal dengan kepercayaan monotheisme yang bersifat primitive, bahwa kosmos
merupakan kesatuan tritunggal, yaitu benua atas dilambangkan dengan warna merah
dan benua bawah dilambangkan dengan warna hitam. Warna warna ketiga itu banyak
kita jumpai pada barang-barang yang suci atau pada hiasan-hiasan rumah adat.
Demikian pula pada ulos terdapat warna dasar yang tiga tadi yaitu hitam sebagai
warna dasar sedangkan merah dan putihnya sebagai motif atau hiasannya. Di
beberapa daerah di Nusantara ini terdapat kebiasaan yang hampir sama yaitu
kebiasaan memakai selendang sebagai pelengkap pakaian kaum wanita. Ada kalanya
pemakaian selendang itu ditentukan pemakaiannya pada setiap ada upacara –
upacara, dan sebagian besar dari moti-motifnya berwarna merah dan putih.
7. Ketika terjadi perang Diponegoro
pada tahun 1825-1830 di tengah – tengah pasukan Diponegoro yang beribu – ribu
juga terlihat kibaran bendera merah – putih, demikian juga di lereng – lereng
gunung dan desa – desa yang dikuasai Pangeran Diponegoro banyak terlihat
kibaran bendera merah – putih. Ibarat gelombang samudera yang tak kunjung reda
perjuangan Rakyat Indonesia sejak zaman Sriwijaya, Majapahit, putra – putra
Indonesia yang dipimpin Sultan Agung dari Mataram, Sultan Ageng Tirtayasa dari
Banten, Sultan Hasanudin, Sisingamangaraja, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Umar,
Pangeran Antasari, Pattimura, Diponegoro dan banyak lagi putra Indonesia yang
berjuang untuk mempertahankan kedaulatan bangsa, sekalipun pihak penjajah dan
kekuatan asing lainnya berusaha menindasnya, namun semangat kebangsaan tidak
terpadamkan.
Pada abad XX perjuangan Bangsa
Indonesia makin terarah dan menyadari akan adanya persatuan dan kesatuan
perjuangan menentang kekuatan asing, kesadaran berbangsa dan bernegara mulai
menyatu dengan timbulnya gerakan kebangsaan Budi Utomo pada 1908 sebagai salah
satu tonggak sejarah.
Kemudian pada tahun 1922 di
Yogyakarta berdiri sebuah perguruan nasional Taman Siswa dibawah pimpinan
Suwardi Suryaningrat. Perguruan itu telah mengibarkan bendera merah putih
dengan latar dasar warna hijau yang tercantum dalam salah satu lagu antara lain
: Dari Barat Sampai ke Timur, Pulau-pulau Indonesia, Nama Kamu Sangatlah Mashur
Dilingkungi Merah-putih. Itulah makna bendera yang dikibarkan Perguruan Taman
Siswa.
Ketika terjadi perang di Aceh,
pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul
dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang,
bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.
Para mahasiswa yang tergabung dalam
Perhimpunan Indonesia yang berada di Negeri Belanda pada 1922 juga telah
mengibarkan bendera merah – putih yang di tengahnya bergambar kepala kerbau,
pada kulit buku yang berjudul Indonesia Merdeka. Buku ini membawa pengaruh
bangkitnya semangat kebangsaan untuk mencapai Indonesia Merdeka.
Demikian seterusnya pada tahun 1927
berdiri Partai Nasional Indonesia dibawah pimpinan Ir. Soekarno yang bertujuan
mencapai kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia. Partai tersebut mengibarkan bendera
merah putih yang di tengahnya bergambar banteng.
Kongres Pemuda pada tahun 1928
merupakan detik yang sangat bersejarah dengan lahirnya “Sumpah Pemuda”. Satu
keputusan sejarah yang sangat berani dan tepat, karena kekuatan penjajah pada
waktu itu selalu menindas segala kegiatan yang bersifat kebangsaan. Sumpah
Pemuda tersebut adalah tidak lain merupakan tekad untuk bersatu, karena
persatuan Indonesia merupakan pendorong ke arah tercapainya kemerdekaan.
Semangat persatuan tergambar jelas dalam “Poetoesan Congres Pemoeda – Pemoeda
Indonesia” yang berbunyi :
Pertama : KAMI POETRA DAN
POETRI INDONESIA MENGAKOE
BERTOEMPAH DARAH YANG SATOE, TANAH
AIR INDONESIA
Kedua : KAMI POETRA DAN
POETRI INDONESIA MENGAKOE
BERBANGSA YANG SATOE, BANGSA
INDONESIA
Ketiga : KAMI POETRA DAN
POETRI INDONESIA
MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN,
BAHASA
INDONESIA
Pada kongres tersebut untuk pertama
kalinya digunakan hiasan merah – putih tanpa gambar atau tulisan, sebagai warna
bendera kebangsaan dan untuk pertama kalinya pula diperdengarkan lagu kebangsaan
Indonesia Raya.
Pada saat kongres pemuda
berlangsung, suasana merah – putih telah berkibar di dada peserta, yang
dibuktikan dengan panitia kongres mengenakan “kokarde” (semacam tanda panitia)
dengan warna merah putih yang dipasang di dada kiri. Demikian juga pada anggota
padvinder atau pandu yang ikut aktif dalam kongres menggunakan dasi berwarna
merah – putih. Kegiatan pandu, suatu organisasi kepanduan yang bersifat
nasional dan menunjukkan identitas kebangsaan dengan menggunakan dasi dan
bendera merah – putih.
Perlu disadari bahwa Polisi Belanda
(PID) termasuk Van der Plass tokohnya sangat ketat memperhatikan gerak – gerik
peserta kongres, sehingga panitia sangat berhati-hati serta membatasi diri demi
kelangsungan kongres. Suasana merah putih yang dibuat para pandu menyebabkan
pemerintah penjajah melarang dilangsungkannya pawai pandu, khawatir pawai bisa
berubah menjadi semacam penggalangan kekuatan massa.
Pengibaran Bendera Merah-putih dan
lagu kebangsaan Indonesia Raya dilarang pada masa pendudukan Jepang, karena ia
mengetahui pasti bahwa hal tersebut dapat membangkitkan semangat kebangsaan
yang nantinya menuju pada kemerdekaan. Kemudian pada tahun 1944 lagu Indonesia
Raya dan Bendera Merah-putih diizinkan untuk berkibar lagi setelah kedudukan
Jepang terdesak. Bahkan pada waktu itu pula dibentuk panitia yang bertugas
menyelidiki lagu kebangsaan serta arti dan ukuran bendera merah-putih.
Detik-detik yang sangat bersejarah
adalah lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Setelah pembacaan teks proklamasi, baru dikibarkan bendera merah-putih, yang
kemudian disahkan pada 18 Agustus 1945. Bendera yang dikibarkan tersebut
kemudian ditetapkan dengan nama Sang Saka Merah Putih.
Kemudian pada 29 September 1950
berkibarlah Sang Merah Putih di depan Gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai
pengakuan kedaulatan dan kemerdekaan Bangsa Indonesia oleh badan dunia.
Bendera merah-putih mempunyai
persamaan dengan bendera Kerajaan Monako, yaitu sebuah Negara kecil di bagian
selatan Prancis, tapi masih ada perbedaannya. Bendera Kerajaan Monako di bagian
tengah terdapat lambang kerajaan dan ukurannya dengan perbandingan 2,5 : 3,
sedangkan bendera merah putih dengan perbandingan 2 : 3 (lebar 2 meter, panjang
3 meter) sesuai Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1958. Kerajaan Monako
menggunakan bendera bukan sebagai lambang tertinggi karena merupakan sebuah
kerajaan, sedangkan bagi Indonesia bendera merah putih merupakan lambang
tertinggi
SEJARAH PANCASILA
(Sejarah Lahirnya Pancasila sebagai
Ideologi dan Dasar Negara) – Ideologi dan dasar negara kita adalah
Pancasila. Pancasila terdiri dari lima sila. Kelima sila itu adalah:
Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusayawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk mengetahui latar belakang atau sejarah Pancasila dijadikan
ideologi atau dasar negara coba baca teks Proklamasi berikut ini.
Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah negara RI terdapat kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut, bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata maupun politik.
Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah negara RI terdapat kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut, bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata maupun politik.
Perjuangan bersenjata bangsa
Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini Belanda, sampai dengan tahun
1908 boleh dikatakan selalu mengalami kegagalan.
Penjajahan Belanda berakhir pada
tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh
bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai
tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk
menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan
tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari.
Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944.
Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang
memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji
kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar
Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura)
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat
dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk
selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi
kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan badan ini dilantik pada
tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1
Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai calon
dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama itu, banyak
anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno,
yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka.
Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri
atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga
mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal 29
Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul
mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno
diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila
tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya
juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
Selesai sidang pertama, pada tanggal
1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil
yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta
melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan
mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni
1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan
rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang
berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya
sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri
atas sembilan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan
sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil
merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan “Piagam Jakarta”.
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal
10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar.
Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan.
Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa
Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17
Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang,
dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya
(Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi
proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih
dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat
setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang
menemuinya.
Intinya, rakyat Indonesia bagian
Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata
“ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur
lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul
ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para
anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid
Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam,
demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena pendekatan yang
terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja
merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di belakang kata Ketuhanan
dan diganti dengan “Yang Maha Esa”.
Adapun bunyi Pembukaan UUD1945 selengkapnya sebagai berikut:
Adapun bunyi Pembukaan UUD1945 selengkapnya sebagai berikut:
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
(Preambule)
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan de-ngan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidup-an bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadil-an sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Ke-rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
(Preambule)
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan de-ngan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidup-an bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadil-an sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Ke-rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar