Pendahuluan
Dan
proses olah-cipta tersebut terlaksana berkat adanya sebuah aktivitas yang
dinamakan PENDIDIKAN. Pendidikan menurut KBBI berarti sebuah
kegiatan perbaikan tata-laku dan pendewasaan manusia melalui pengetahuan. Bila
kita lihat jauh ke belakang, pendidikan yang kita kenal sekarang ini sebenarnya
merupakan ”adopsi” dari berbagai model pendidikan di masa lalu.
Informasi
mengenai bagaimana model pendidikan di masa prasejarah masih belum dapat
terekonstruksi dengan sempurna. Namun bisa diasumsikan ”media pembelajaran”
yang ada pada masa itu berkaitan dengan konteks sosial yang sederhana. Terutama
berkaitan dengan adaptasi terhadap lingkungan di kelompok sosialnya.
Pendidikan Masa Hindu-Buddha
Sistem
pendidikan pada masa lalu baru dapat terekam dengan baik pada masa
Hindu-Buddha. Menurut Agus Aris Munandar dalam tesisnya yang berjudul Kegiatan
Keagamaan di Pawitra Gunung Suci di Jawa Timur Abad 14—15(1990). Sistem
pendidikan Hindu-Buddha dikenal dengan istilah karsyan. Karsyan
adalah tempat yang diperuntukan bagi petapa dan untuk orang-orang yang
mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan mendekatkan diri dengan
dewa tertinggi. Karsyan dibagi menjadi dua bentuk yaitu patapan dan mandala.
Patapan memiliki arti tempat bertapa, tempat
dimana seseorang mengasingkan diri untuk sementara waktu hingga ia berhasil
dalam menemukan petunjuk atau sesuatu yang ia cita-citakan. Ciri khasnya adalah
tidak diperlukannya sebuah bangunan, seperti rumah atau pondokan. Bentuk patapan
dapat sederhana, seperti gua atau ceruk, batu-batu besar, ataupun pada bangunan
yang bersifat artificial. Hal ini dikarenakan jumlah Resi/Rsi
yang bertapa lebih sedikit atau terbatas. Tapa berarti menahan diri dari
segala bentuk hawa nafsu, orang yang bertapa biasanya mendapat bimbingan khusus
dari sang guru, dengan demikian bentuk patapan biasanya hanya cukup digunakan
oleh seorang saja.
Istilah
kedua adalah mandala, atau disebut juga kedewaguruan.
Berbeda dengan patapan, mandala merupakan tempat suci yang
menjadi pusat segala kegiatan keagamaan, sebuah kawasan atau kompleks yang
diperuntukan untuk para wiku/pendeta, murid, dan mungkin juga pengikutnya.
Mereka hidup berkelompok dan membaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan
agama dan nagara. Mandala tersebut dipimpin oleh dewaguru.
Berdasarkan
keterangan yang terdapat pada kropak 632 yang menyebutkan bahwa ” masih
berharga nilai kulit musang di tempat sampah daripada rajaputra (penguasa
nagara) yang tidak mampu mempertahankan kabuyutan atau mandala
hingga jatuh ke tangan orang lain” (Atja & Saleh Danasasmita, 1981: 29, 39,
Ekadjati, 1995: 67), dapat diketahui bahwa nagara atau ibu kota atau juga
pusat pemerintahan, biasanya dikelilingi oleh mandala. Dalam hal ini,
antara mandala dan nagara tentunya mempunyai sifat saling
ketergantungan. Nagara memerlukan mandala untuk dukungan yang
bersifat moral dan spiritual, mandala dianggap sebagai pusat kesaktian,
dan pusat kekuatan gaib.
Dengan
demikian masyarakat yang tinggal di mandala mengemban tugas untuk
melakukan tapa. Kemakmuran suatu negara, keamanan masyarakat serta kejayaan
raja sangat tergantung dengan sikap raja terhadap kehidupan keagamaan. Oleh
karena itu, nagara perlu memberi perlindungan dan keamanan, serta
sebagai pemasok keperluan yang bersifat materiil (fasilitas dan makanan), agar
para pendeta/wiku dan murid dapat dengan tenang mendekatkan diri dengandewata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar