Pendidikan Masa Islam
Sistem
pendidikan yang ada pada masa Hindu-Buddha kemudian berlanjut pada masa Islam.
Bisa dikatakan sistem pendidikan pada masa Islam merupakan bentuk akulturasi
antara sistem pendidikan patapan Hindu-Buddha dengan sistem pendidikan
Islam yang telah mengenal istilah uzlah (menyendiri). Akulturasi
tersebut tampak pada sistem pendidikan yang mengikuti kaum agamawan
Hindu-Buddha, saat guru dan murid berada dalam satu lingkungan permukiman
(Schrieke, 1957: 237; Pigeaud, 1962, IV: 484—5; Munandar 1990: 310—311). Pada
masa Islam sistem pendidikan itu disebut dengan pesantren atau disebut juga
pondok pesantren. Berasal dari kata funduq (funduq=Arab atau pandokheyon=Yunani
yang berarti tempat menginap).
Bentuk
lainnya adalah, tentang pemilihan lokasi pesantren yang jauh dari keramaian
dunia, keberadaannya jauh dari permukiman penduduk, jauh dari ibu kota kerajaan
maupun kota-kota besar. Beberapa pesantren dibangun di atas bukit atau lereng
gunung Muria, Jawa Tengah. Pesantern Giri yang terletak di atas sebuah bukit
yang bernama Giri, dekat Gersik Jawa Timur (Tjandrasasmita, 1984—187).
Pemilihan lokasi tersebut telah mencontoh ”gunung keramat” sebagai tempat
didirikannya karsyan dan mandala yang telah ada pada masa
sebelumnya (De Graaf & Pigeaud, 1985: 187).
Seperti
halnya mandala, pada masa Islam istilah tersebut lebih dikenal dengan
sebutan ”depok”, istilah tersebut menjadi nama sebuah kawasan yang khas di
kota-kota Islam, seperti Yogyakarta, Cirebon dan Banten. Istilah depok
itu sendiri berasal dari kata padepokan yang berasal dari kata patapan
yang merujuk pada arti yang sama, yaitu “tempat pendidikan. Dengan demikian
padepokan atau pesantren adalah sebuah sistem pendidikan yang merupakan
kelanjutan sistem pendidikan sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar